Jumat, 28 Agustus 2009

Aku Tinggalkan bagi mereka Allah dan RasulNya...

Baginda Rasul menyerukan kepada kaum muslimin untuk menyumbangkan dana dan kendaraan yang mereka miliki dalam perang tabuk. Kemudian datanglah Abu Bakar membawa hartanya, lalu Rasulullah berkata” Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?Jawab abu Bakar: ” Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan RasulNya”

Sungguh…. Saat membaca kisah perang tabuk, aku merasa teramat sangat malu kepada Allah dan Rasulnya.. tanpa bisa terbendungkan butir-butir airmata mengalir deras dari mataku, amanah Allah ini. Terkenang kisah perjuangan para ikhwah diawal tahun ’99, pertama kali jamaah ini mendirikan wasilah dakwah, Partai Keadilan. Para akhwat harus merelakan jilbab –jilbab putih mereka disulap menjadi bendera-bendera partai dan menjadi spanduk-spanduk. Mereka juga harus pulang malam hari karena melakukan direct selling, menyebar di beberapa daerah sekitar kampus dan rumah-rumah mereka dalam keadaan shaum.
Mengingat kembali suka dan duka para akhwat dalam proses belajar mereka menebar kebaikan. Mereka rela melewati hutan, menyusuri sungai kecil yang tingginya sepinggang dengan jarak hampir 1 km (yang karenanya mereka harus menyiapkan baju ganti) karena kalau melewati jalan darat jaraknya sangat jauh, hanya untuk mengisi pengajian di setiap minggunya. Terkadang timbul rasa takut pada diri mereka, jangan-jangan didalam hutan tersebut ada orang jahat yang akan menghadang mereka atau jangan-jangan didalam sungai ada ular yang akan mematuk mereka atau pecahan kaca yang akan melukai kaki mereka...tapi, tidak rela rasanya membiarkan ibu-ibu pengajian dan adik-adik TPA desa Gembala (sebuah desa yang hampir dikristenisasi-kan dan sudah berdiri sebuah gereja ) gelisah menunggu kehadiran mereka yang sering terlambat apalagi kalau sampai tidak datang. Bahagia rasanya bersama mereka mendiskusikan tentang Islam, Allah dan RasulNya...
Pertengahan November ’08 kembali mengingatkan ku tentang perjalanan dakwah ini. Kondisi seperti mereka mungkin tidak kita dapati lagi disini. Perjuangan kita semakin lama semakin membutuhkan tenaga, waktu dan dana. Kita mungkin tidak bisa lagi hanya mengandalkan niat semata tanpa dibarengi dengan kerja keras. Seperti kisah perang tabuk pada tahun ke-9 Hijri dibulan rajab, dipuncak musim panas dan ketika orang-orang menghadapi kehidupan yang sangat sulit. Ujian dan cobaan berat yang membedakan siapa yang didalam hatinya ada nifaq dan siapa yang benar-benar beriman.
Penggalan pembicaraan antara Rasul dan sahabatnya Abu Bakar hendaknya menyadarkan kita akan pentingnya berinfaq dan bersedekah untuk kemenangan dakwah ini. Begitu banyak ayat di dalam al-Quran yang menganjurkan kita untuk memperbanyak memberikan infaq dan keutamaan orang-orang yang berinfaq dijalan Allah (diantaranya Qs 2: 265-274, 3:117,134). Terkadang kita merasa tidak bisa memberikan apa-apa untuk dakwah ini. Tidak punya cukup banyak uang untuk berinfaq padahal afwan, kita berani berhutang hanya untuk membeli selembar jilbab atau rela membeli semangkok bakso untuk mengisi perut kita (padahal alangkah nikmatnya kalau kita berpuasa). Kita tidak bisa menginfaqkan sedikit waktu kita dengan alasan kesibukan kita masing-masing apalagi kalau harus pulang larut malam. Kita tidak bisa menginfaqkan tenaga kita karena sudah habis terkuras dengan rutinitas-rutinitas harian kita. Akhirnya tidak ada apa-apa yang bisa kita berikan untuk dakwah ini, untuk Islam ini. Apalagi sampai harus menginfaqkan diri kita untuk Allah dan rasulNya... Astaghfirullah..



Seorang Abu Bakar hendaknya memberikan pelajaran bagi kita tentang pentingnya memperbanyak infaq kita. Beliau hanya meninggalkan Allah dan RasulNya untuk diri dan keluarganya. Beliau yang termasuk salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga rela memberikan harta dan segalanya untuk dakwah ini, lalu bagaimana dengan kita yang jelas-jelas belum tentu dijamin masuk surga?! Apakah kita tidak malu meminta segala kenikmatan surga sedang untuk memberikan sedikit saja harta, waktu dan tenaga kita di jalan Allah ini sangat berat kita rasakan?! Mungkin kita berpikir, wajar saja, tho Abu Abakar kan sahabat Nabi, hidup di Zaman Generasi Terbaik, sedang kita hidup di zaman yang penuh dengan kejahiliyaan. Sekarang renungkan pertanyaan ini. Apakah kita ingin hidup di zaman ini sebagai pribadi Usamah dan Fatimah atau kita ingin hidup di zamannya Rasul dan sahabat tetapi sebagai pribadi Abu Jahal atau Abdullah bin Ubay? Apakah Surga itu hanya milik Rasul dan Sahabatnya? Apakah kita tidak pantas mendapatkannya?.........
Ya ayyuhal ikhwah..., tidak usah ragu dan takut untuk memberikan apapun yang kita miliki untuk kemenangan dakwah ini. Tidak ada sesuatu kebaikan yang sia-sia ” hal jazaa ul ihsani ilal ihsan...” tentu saja dengan segenap KeIkhlasan yang ada. Kita mungkin belum bisa mengatakan aku tinggalkan bagi mereka (keluarga) Allah dan RasulNya tapi kita bisa mengatakan aku (akan belajar dan berusaha ) tinggalkan bagi mereka (keluarga) Allah dan RasulNya, InsyaAllah...Aamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamua'laikum...