Rabu, 25 November 2009

“Ya ALLAH, sehatkanlah tubuhku; Ya ALLAH, sehatkanlah pendengaranku; Ya ALLAH sehatkanlah penglihatanku.
Ya ALLAH aku berlindung kepadaMu dari kekufuran dan kefakiran dan aku berlindung kepadaMu dari azab kubur, tiada TUHAN yang berhak disembah kecuali Engkau”

Jangan pernah terlambat untuk bersyukur atas nikmat sehat pada diri kita
Jangan pernah terlambat menyadari nikmat sehat ketika kita baru diuji dengan rasa sakit

Semoga hamba slalu bersyukur di setiap desah nafas ini...
readmore »»  

Selasa, 24 November 2009

Berikan walau hanya sedikit

Suatu cerita, ada seorang ibu yang hidup sangat sederhana dengan enam orang anaknya. Ia hidup dengan penghasilan yang pas-pasan. Suatu hari, mejelang makan malam, ibu itu tidak memiliki bekal makanan yang cukup buat dimasak saat itu. Jika menengok ke dapurnya hanya tinggal tersedia beras satu cangkir dan garam. Namun, ibu itu tidak kehilangan akal, bagaimana agar semua anggota keluarga bisa makan pada malam hari. Diambillah panci yang sudah sangat tua umurnya, ia masukkan beras dan dicampur air dgn takaran yg lumayan banyak setelah itu dibubuhi garam secukupnya..... ya akhir dari masakan itu adalah bubur yg sangat bubur...
”Nak, maaf yah, malam ini ibu hanya bisa menyediakan bubur ini. Insyaalloh dari bubur ini lah yang akan mengantarkan kalian menjadi anak sholeh/sholehah, karena ibu sangat berharap pada ALLOH adanya keberkahan di dalam makanan ini”, tutur sang ibu dengan lembut.
”Ibu, bubur ini sangat lezat!”, komentar seorang anaknya.
”Alhamdulillah nak...”, sahut sang ibu.
Mungkin bisa dibayangkan oleh kita semua, berapa banyak jatah yang didapat oleh setiap anggota keluarga dan bagaiman pula rasanya....
Banyak ibroh yang bisa kita ambil dari kisah di atas... bagaimanakah bisa anak tersebut mengatakan bahwa bubur itu sangat lezat???
Yah, bisa jadi anak ini sudah sangat lapar dan sangat menantikan makanan atau juga ia merasakan kesungguhan dari masakan yang telah dibuat ibunya.. suatu feel yang sangat hebat....
Satu lagi ibroh yang bisa diambil adalah.. suatu keberanian dari sang ibu ini untuk bisa menyediakan makan malam dengan persediaan yang sangat terbatas. Suatu prinsip dari seorang ibu adalah, ”Aku harus bisa memberikan semampuku apa yang aku miliki untuk anak-anakku, dan kesemuanya itu harus aku kelola dengan hatiku agar terasa istimewa” Yaitu.. buat kita semua, jangan takut untuk memberikan walau apa yang kita miliki baru sedikit, baik itu ilmu. Berikanlah ilmu yang engkau punya kepada sekelilingmu, karena mereka sangat haus dengan ilmu.. jangan takut salah untuk menyampaikan.. cobalah, cobalah, dan cobalah.... dan ketika hendak memberikan ilmu itu... sampaikanlah dandengan hati, karena insyaalloh itu akan sampai pada hati pula.. berlidunglah pada ALLOH agar dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat dan dihindarkan dari kekeluan lidah ketika kita menyampaikan ilmu....
Selamat mencoba.. :)
readmore »»  

Senin, 23 November 2009

ANDAI KUBERIKAN SEMUANYA ( sebuah penyesalan yang indah )

Seperti biasa ketika hari Jum’at tiba para kaum lelaki berbondong-bondong menunaikan ibadah Sholat Jum’at ke Masjid, ketika itu ada seorang Sahabat sedang bergegas menuju ke Masjid di tengah jalan berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunnya, lalu sahabat ini dengan sabar dan penuh kasih membimbingnya hingga tiba di masjid.
Pada hari yang lain ketika waktu menjelang Shubuh dengan cuaca yang amat dingin, Sahabat tersebut hendak menunaikan Jama’ah Sholat Shubuh ke Masjid, tiba-tiba ditengah jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan, kebetulan Sahabat tadi membawa dua buah mantel, maka ia mencopot mantelnya yang lama untuk diberikan kepada lelaki tua tersebut dan mantelnya yang baru ia pakai

Pernah juga pada suatu ketika Sahabat tersebut pulang ke rumah dalam keadaan sangat lapar, kemudian sang istri menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging, namun tiba-tiba ketika hendak memakan roti yang sudah siap santap untuk dimakan tadi datanglah seorang musafir yang sedang kelaparan mengetuk pintu meminta makan, akhirnya roti yang hendak beliau makan tersebut dipotong menjadi dua, yang sepotong diberikan kepada musafir dan yang sepotong lagi beliau memakannya.

Maka ketika Sahabat tersebut wafat, Rosulullah Muhammad SAW datang, seperti yang telah biasa dilakukan beliau ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.

Kemudian Rosulullah berkata,” Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?”

Istrinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal” “Apa yang di katakannya?” “saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum wafat, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong."

“Bagaimana bunyinya?” desak Rosulullah.

Istri yang setia itu menjawab, “suami saya mengatakan “Andaikata lebih panjang lagi……andaikata yang masih baru..…. andaikata semuanya…….”
hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?”

Rosulullah tersenyum.”sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,”ujarnya.

Jadi begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum’at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun.

Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan betapa luar biasanya pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata “andaikan lebih panjang lagi”. Maksud suamimu, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya lebih besar lagi.

Ucapan lainnya ya Rosulullah?” tanya sang istri mulai tertarik.

Nabi menjawab,”adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan.

Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya.

Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, “Coba andaikan yang masih baru yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi”.Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?” tanya sang istri makin ingin tahu.

Dengan sabar Nabi menjelaskan,”ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba- tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan.

Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ‘ kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda.

Sabahatku, coba kita lihat apa kata Al-Qur’an :
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”. (Al-Isra:7)

Mungkin Anda yang kritis akan bertanya, kok Rosulullah tahu masa lalu Sahabat tersebut ya ? , Karena posisi Rosulullah SAW sudah berada di PUSAT INFORMASI, kita pernah mendegar pepatah modern ‘ Siapa yang menguasai informasi, dialah yang paling berkuasa di dunia ini’, maka sangat pantas dan wajar kalau Islam pada waktu itu barkuasa karena kepada negaranya berada di PUSAT INFORMASI, apakah kita bisa sampai ke Pusat Informasi itu? tentu saja bisa, karena Rosulullah adalah manusia biasa seperti kita, dan kitapun bisa copy paste karateristik beliau. Jadi kalau kita ingin berada di PUSAT INFORMASI kita harus berupaya memeras tenaga dan fikiran untuk mengcopy paste Karateristik Rosulullah SAW
readmore »»  

Jumat, 13 November 2009

Cinta, sebenar-benar cinta...

Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan
mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan
khutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara
pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku,
bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk
syurga bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan
mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu
persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah
tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat
kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di
dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas
menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari
mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti
akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah
anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu
dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah
terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar
menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang
mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana
nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau
melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah
direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian
maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.
"Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak
lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku",
peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah
menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii, ummatiii?" -
"Umatku, umatku, umatku" Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli
'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada
kita.
readmore »»